Indonesia sukses meyakinkan PBB supaya Pepera tidak dilakukan dengan suara terbanyak rakyat Papua, tetapi ditentukan secara ‘mufakat’ lewat perwakilan. Ada 1,026 orang yang dikategorikan berhak untuk memilih pada Pepera tersebut. Lewat operasi intelijen, mereka semua bermufakat untuk bergabung dengan Indonesia.
Di kemudian hari banyak dari orang-orang ini mengatakan bahwa Pepera sebenarnya adalah “the act of no choice” karena begitu hebatnya intimidasi dan manipulasi terhadap mereka yang berhak memilih.
Kader-kader Beek masuk ke Papua sebagai relawan dan merekalah yang menjadi ujung tombak operasi intelijen. Ironisnya, di Papua mereka berhadapan dengan gereja Katolik dan gereja-gereja Kristen lain yang sudah lebih dahulu hadir menjalankan misi di sana.
Bentrokan antara kader-kader awam yang Katolik dengan gereja Katolik lokal tidak dapat dihindari. Pada saat itu, semua uskup Katolik di Papua Barat menyatakan mendukung Pepera asal dilakukan lewat mekanisme ‘satu orang, satu suara’ (one man, one vote).
Kelihatan sekali kontras antara kader-kader Katolik ini dengan hirarki gereja Katolik lokal yang mencoba melindungi umatnya. Kader-kader Beek juga menekan gereja Katolik Indonesia untuk mendukung penyatuan Papua tersebut. Ketua MAWI (Majelis Agung Waligereja Indonesia) saat itu, Mgr. Justinus Kardinal Darmojuwono, Pr. menulis surat kepada hirarki gereja di Papua yang menjelaskan bagaimana sebaiknya posisi gereja Katolik dalam hal Pepera. Surat itu dikonsep oleh intelijen Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Drs. Lo Shiang Hien Ginting. Setelah beberapa lama, Mgr. Darmoyuwono mengaku hanya diminta menandatangani surat tersebut
Tekanan kepada gereja Katolik lokal Papua pun tidak dapat dihindarkan. Bahkan seorang Yesuit Indonesia yang bekerja untuk Keuskupan Jayapura merasa keberatan. Pater Henricus Hadipranata, SJ saat itu berkomentar, “Buat apa dapat Irian Barat kalau di dunia internasional nama Indonesia menjadi jelek?”
Frank Mount memuji setinggi langit peranan kader-kader Beek dalam Pepera ini. “Sekitar seratusan orang yang dilatih khusus oleh Beek dikirim ke Irian Jaya untuk mendorong agar rakyat memilih penyatuan dengan Indonesia. Mereka semua memberi laporan kepada Beek yang kemudian meneruskannya kepada Ali Moertopo tentang apa yang dibikin oleh orang-orang militer karena Moertopo tidak pernah percaya pada apa yang dikatakan oeh para perwira-perwiranya yang berada di lapangan jauh dari Jakarta
Foto: Romo Beek, SJ.
0 Comments