Business

header ads

Subscribe Us

header ads

Anthony D. Smith: Ethno Nationalism oleh Dr Peyon

Anthony D. Smith, dan banyak ilmuwan lain berpendapat bahwa suatu nasionalisme dibangun berbasis bangsa dan kultur dari bangsa tersebut. Basis nasionalisme sebuah negara-bangsa adalah etno-simbolisme. Elemen dasar dari sebuah etno-simbolisme adalah kesamaan sejarah, kesamaan asal-usul atau mitologi, setidaknya ada kesamaan bangsa/ kesamaan etnik, kesamaan bahasa, kesamaan simbol-simbol kultural, kesamaan rasa dan kepribadian, ada kesamaan atas kepemilikan tanah warisan secara turun-temurun (bukan tanah belian) dan memiliki akses terhadap tanah warisan itu. 

Sebuah bangsa dibentuk dari basis yang paling dasar, dimulai dari individu, keluarga, Lineage, klen, fratri, moiety dan terakhir sebuah bangsa atau etnik. Gabungan-gabungan dari etnik-etnik yang memiliki kesamaan ciri ini kemudian membentuk sebuah negara-bangsa. Dimana semua negara-bangsa modern yang ada sekarang di seluruh dunia ini berbasis dari etno-simbolisme yang membentuk nasionalisme negara-bangsa. 

Kecuali beberapa negara modern seperti Amerika, Kanada, Australia, Selandia Baru, dan banyak negara.negara Amerika Latin. Negara-negara itu dibentuk oleh para migran asal Eropa, Afrika dan mungkin juga migran Asia. Berbeda dengan negara-negara di Eropa, Afrika, Asia, dan Pasifik, seluruhnya dibentuk berbasis etno-simbolisme dan etno-nasionalisme mereka sendiri.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Secara antropologis, tidak ada sebuah bangsa yang bernama Indonesia, istilah Indonesia itu diusulkan oleh Lagon, Indu-nesia, berarti pulau-pulau Indo. Istilah Indo ini menunjuk kepada bangsa-bangsa yang mendiami mulai dari India, Asia, dan juga orang Indian di Amerika. Terminologi ini mencakup berbagai bangsa yang mendiami di sepanjang kawasan-kawasan itu. Daerah yang kini menjadi wilayah negara Indonesia itu ditempati oleh banyak bangsa dengan etno-simbolisme dan nasionalisme mereka sendiri, dan berbeda satu dari lainnya. Setiap bangsa-bangsa itu tidak memiliki hubungan kebangsaan mereka, hubungan etniksitas, kepribadian dan tdk ada hubungan kultural mereka. Meskipun, secara ras, mereka berasal dari proto-Melayu, dan Deutho-Melayu, dan sama-sama memiliki hubungan sejarah perdagangan dan sejarah relasi kerajaan dari Aceh ke Maluku. 

Akan tetapi, relasi kerajaan dan perdagangan itu adalah untuk kepentingan ekonomi dan perdagangan, bukan sebagai entitas kesatuan bangsa, kultur, etno-simbolik dan nasionalisme. Setiap daerah memiliki identitas kebangsaan sendiri mulai dari Aceh hingga Maluku. 

Dengan demikian terminologi bangsa Indonesia dan nasionalisme Indonesia dapat dipertanyakan secara antropologis. Karena tidak ada bangsa Indonesia, maka secara otomatis tidak ada etno-simbolikme Indonesia, tidak ada nasionalisme Indonesia, tidak ada budaya Indonesia, tidak ada bahasa Indonesia. Bahasa yang kita gunakan ini adalah bahasa Melayu, dan bahasa tersebut di-Indonesia-kan dan menjadi bahasa Indonesia.

Apa yang ada di Indonesia adalah bangsa-bangsa di Indonesia, bahasa-bahasa di Indonesia, budaya-budaya di Indonesia, Etno-simbolisme dan nasionalisme-nasionalisme di Indonesia. Konsep ini ditulis di bagian bawah dari burung Garuda, bineka tunggal ika. Tetapi, bineka-nya itu tdk berlaku dalam tindakan nyata, dan yang ada adalah tunggalnya. Karena bineka itu dibunuh oleh konsep satu bangsa, satu bahasa, satu budaya, satu identitas, satu sejarah, satu nasionalisme, yang pada kenyataannya dalam Jawa centrisme .   

Terkadang kita menjadi bingun dan tidak mengerti, ketika orang mengatakan, kita bangsa Indonesia, bahasa Indonesia, nasionalisme Indonesia, budaya Indonesia, dan seterusnya. Fakta secara antropologis kita tidak menemukan satu atau tunggal itu. 

Apa yang ada sekarang ini adalah produk dari konstruksi manusia, oleh para pendiri negara ini. Sesuatu yang tidak ada dapat diramu menjadi ada, konstruksi macam ini sangat rentan atau dilematis untuk dipertahankannya. Bila bangsa-bangsa di wilayah ini menunjukkan jati diri, dan membangun kembali idetitas kebangsaan, etno-simbolisme, dan nasionalisme mereka, bangunan yang dikonstruksi itu menjadi labil dan berpotensi runtuh. 

Pandangan terakhir inilah yang ditakuti oleh negara ini, dan untuk mempertahan bangunan yang dikonstruksi tanpa fondasi itu, digunakan setidaknya lima strategi yang kita lihat saat ini. Pertama, strategi kekuatan militer dan peralatanya. Kedua, strategi mobilisasi penduduk melalu transmigrasi dan migrasi spontan. Ketiga, mobilisasi dan ekspansi kapitalisme, perdagangan dan ekonomi. Untuk mencapai atau memudahkan strategi-strategi itu, dibangun bandara, pelabuhan, jalan, jembatan, mobilisasi stransportasi daerat, udara dan laut. Keempat, produksi hoax, pembohongan, dan menciptakan benturan dimana-mana agar energi habis di situ. Kelima, diterapkan politik asimilasi, akulturasi, dan enkulturasi dari bangsa-bangsa yang berbeda, melalui proses itu entitas asli dari bangsa-bangsa itu hilang dan terbentuk sebuah identitas baru.
Pada sisi lain, identitas asli bangsa-bangsa itu dimusnahkan atau dihilangkan, maka generasi yang akan datang tidak memiliki identitas asli dan harga diri mereka sendiri sebagai sebuah bangsa.

Dalam pandangan ini, secara antropologis di Papua Barat terdiri atas 254 bangsa atau etnik, bangsa-bangsa ini memiliki kesamaan ras, kesamaan kultur, kesamaan linguistik (Papua dan Austronesia), kesamaan sejarah, kesamaan kepribadian, dan kesamaan nasionalisme. Kesamaan nasionalisme Papua itu dibentuk dari etno-simbolisme dari 253 bangsa itu. Maka secara antropologis, Papua adalah sebuah bangsa yang memiliki hak secara geografis, politik, pemerintahan, ekonomi, budaya, dan seterusnya. Nasionalisme Papua itu lahir dari basis yang kuat, jelas, dan alami.

Post a Comment

0 Comments