Business

header ads

Subscribe Us

header ads

Divisi Negrito di Formosa, Jepang dan Cina, dan sekitarnya

Bagian Delapan.
Oleh Ibrahim Peyon.
 
Keberadaan ras Negrito di benua Asia, Cina, Formosa, hingga Jepang telah ditemukakan oleh para ilmuwan alam, zoologi dan antropologi sejak abad ke-17 yang telah melakukan perjalanan, sebagai penjelaya, petugas pemerintah dan melalui berbagai studi ilmiah di daerah-daerah itu dan sekitarnya. Dalam diskusi selanjutnya membahas secara garis besar tentang keberadaan orang Negrito di daerah-daerah tersebut.

Keberadaan orang Negritos di Formosa telah dilaporkan oleh naturalis dan etnolog sejak abad ke tujuh belas dan delapan belas. Seorang naturalis bernama Valentyn pada tahun 1726 menjelaskan tentang keberadaan orang Negritos di pedalaman Formosa sebagai penduduk asli daerah itu. Seorang ilmuwan Prancis, Hombron yang telah melakukan studi tentang Formosa pernah menulis tentang keberadaan orang Negrito di Filipina, Jepang dan Cina. Ia berpendapat bahwa keberadaan orang Negritos di Formosa Taiwan, memiliki hubungan dengan orang Negrito di Filipina dan Cina. Menurut Hombron bahwa orang Negrito ditemukan Formosa dan Filipina yang sebelumnya mereka tinggal di daratan Cina kemudian bermigrasi ke Jepang dan Filipina karena tekanan migrasi ras Mongolia yang kini menduduki Cina. “Hal ini sangat mungkin. . bahwa orang kulit hitam, yang kita temukan di Formosa dan di seluruh Filipina, adalah yang pertama mendiami wilayah Cina (Hombron 1846: 204 in Meyer 1899: 4). 

Dalam laporan seorang Inggris bernama Switihoe pada tahun 1865 mendeskripsikan tentang pendapat yang kurang lebih sama tentang penduduk asli di Formaso. Pendapat itu dilaporkan dalam sebuah tulisan singkat dengan judul, "Notes on the Aborigines of Formosa,". Switihoe berpendapat bahwa: "ada sedikit ruang untuk meragukan bahwa suku Kalee berasal dari Tagal; tetapi ada suku-suku lain yang tinggal di pegunungan Formosa dengan ras yang cukup berbeda, yang paling liar dari mereka bertubuh kerdil, dan mungkin bersekutu ke Negritos di Kepulauan Andaman; penulis, bagaimanapun, belum memiliki kesempatan untuk melihat mereka." (in Meyer 1899: 4). 

Seorang Etnolog Inggris, professor Keane juga tulis tentang keberadaan Negritos di Formosa, menurutnya bahwa eksplorasi lebih lanjut dapat mengungkapkan keberadaan suku Negrito sejati di Sulawesi, Jilolo, Timor, dan Kalimantan, dan Formosa, meskipun sekarang tampaknya tidak ada yang bertahan di Formosa, di mana keberadaan mereka telah lama diduga (Keane, 1887: 121). Sebaran ras Negritos telah ditemukan juga di sejumlah daratan Asia lain, seperti di Cina, Taiwan, India, dan Perso-Afganistan. De Quatrefages menemukan jejak elemen Negrito di India Selatan, di lereng Himalaya, dan sejauh barat hingga di Sistan di daerah perbatasan dengan Perso-Afghanistan. 

De Quatrefages menegaskan bahwa Ras Negrito, baik yang masih murni atau kurang lebih telah mengalami campuran dengan ras lain, tersebar di wilayah yang luas. Habitat ras Negrito tersebar luas di pulau-pulau dan benua. Keberadaan mereka di pulau-pulau atau kepulauan sekarang yang dapat diakui adalah batas dari wilayah tenggara New Guinea di Melanesia hingga di kepulauan Andaman di Teluk Benggala; dan dari Kepulauan Melayu sampai ke Jepang. Di benua Asia, orang Negrito tersebar dari Semenanjung Malaya hingga kaki Himalaya, di Kamaon; dan dari pegunungan Assam ke tepi kanan Indus, di Daman dan Beloochistan; yaitu, di atas sebidang tanah yang membentang dari 05° sampai 145° bujur timur dan dari 2° sampai 35° lintang utara (De Quatrefages, 1882: 101). De Quatrefages ketegori, orang kulit hitam dan rambut keriting yang mendiami batas dari sebelah barat New Guinea ke Andama, dari Timor hingga ke Filipina, dan Jepang, termasuk di benua Asia itu dikategori sebagai ras Negrito. Sementara, orang kulit hitam yang pusatnya di New Guinea dan kepulauan Melanesia dikategori sebagai sub ras Papua. Kategori yang mirip telah dilakukan juga oleh Daniel Brinton (1901: 220) bahwa stok Negritis dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni: Negritos, Papua dan Melanesia. Kategori Negrito mirip dengan klasifikasi De Quatrefages tersebut, yang meliputi orang Minkopi, Aeta, Schobaeng, Mantras, Semang dan Sakai, dan lainnya. Kategori Papua ditunjukkan hanya orang-orang di Pulau New Guinea, dan kategori Melanesia ditunjukkan kepada orang-orang Melanesia di Fiji, Vanuatu, Salomon, Kanaky, Loyalty, dan sekitarnya.  
  
Pendapat yang berbeda datang dari Meyer (1899), bahwa ia tidak menemukan keberadaan orang Negrito di Formora, yang disebut penduduk asli di Formosa menunjuk pada ras Asia yang berkulit colak dan rambut Panjang, dianggap sebagai asal-usul ras Asiatik di Formosa dan Filipina. Beberapa penemuan tengkorak ras Negrito di Formosa oleh Schetelig menyerupai tipe Malayo-Filipina, dimana salah satunya dianggap sebagai tengkorak Negrito. Pendapat tentang penemuan tengkorak Negritos ini didukung oleh Havey, tetapi bagi Meyer tidak, bahwa tengkorak itu adalah orang asli Formora.

Pada tahun 2008 telah dirayakan sebagai hari orang Negrito di Taiwan, dewan urusan suku asli Taiwan secara diam-diam telah mengakui Negrito sebagai orang asli Taiwan. Ralph Jennings dalam media Reuter pada 17 November 2008 menulis, „"Negritos" celebrated as early Taiwan settlers”, orang-orang yang kulit gelap, rambut keriting dan postur tubuh pendek telah mendiami Taiwan di masa lalu. Orang-orang berkulit gelap ini diyakini secara etnis mirip dengan Negritos, meskipun mereka berbagi kulit gelap dan perawakan pendek dari populasi kerdil Afrika, mereka secara genetik jauh dari Afrika, asal dan rute migrasi mereka ke Asia tetap menjadi misteri. Mereka dibunuh dan dimusnahkan oleh orang Cina yang invansi Taiwan 1.000-2.000 tahun lalu. Kelompok yang tersisa ialah Saisiyat, sebuah kelompok dengan kulit coklat terang dan fitur Asia. Orang Saisiyat tiap dua tahun memperingati pemusnahan orang Negrito dari tanah mereka di Taiwan. Beberapa sarjana mengatakan bahwa sebanyak 90.000 orang Negrito mungkin telah tinggal di Taiwan. Orang Negrito yang hilang itu unggul dalam pertanian, para Saisiyat meminjam pengetahuan pertanian mereka. Kelompok Negrito itu hilang karena kawin campur dengan Wanita Saisiyat yang berkulit terang dan rambut lurus, dan orang Saisiyat juga menyerang orang Negrito dan memojokan mereka di sebuah jembatan dan memusnahkan mereka tenggelam ke sungai (Jennings, 2008).

Upacara itu disebut Pasta'ay, merupakan penghormatan kepada suku pigmi atau Negrito yang telah hilang, ciri mereka sama dengan suku yang hidup hari ini di Papua New Guinea. Mereka menghilang, tidak meninggalkan catatan arkeologi yang menunjukkan secara meyakinkan keberadaan mereka. Tetapi para antropolog percaya bahwa mereka dimusnahkan oleh suku-suku lain seperti Saisiyat, di mana Chu adalah anggotanya. Upacara ini diadakan setiap dua tahun untuk berterima kasih kepada suku yang kalah karena mengajari tetangganya cara bertani ketika mereka berbagi wilayah hutan curam di Taiwan tepat di sebelah selatan (Jenning, 2013).      
  
Keberadaan ras Negrito di Jepang telah dilaporkan oleh Hamy pada tahun 1872 berdasarkan beberapa laporan yang ditulis dalam beberapa media cetak oleh penulis lain, dan satu tengkorak yang ditemukan di daerah tersebut. Keberadaan Negrito di Jepang telah digambarkan oleh Prichard berdasarkan pengamatan ciri fisik penduduk asli Kiusiu. Dia mengatakan bahwa penduduk Fizon, dan juga seluruh pulau Kiusiu, terbagi atas penduduk pesisir dan penduduk pedalaman dan kota-kota, yang berbeda satu sama lain dalam aspek fisik, bahasa, budi pekerti dan karakter. Di Pantai-pantai dan pulau-pulau dihuni oleh para nelayan dan pelaut yang bertubuh kecil tetapi kuat, warna lebih gelap, rambut lebih hitam, bibir agak tebal, hidung kecil, berani, jujur, dan kebaikan yang alami. 

Menurut Hamy, ciri-ciri yang digambarkan oleh Prichard dan beberapa antropolog lain ini adalah ciri-ciri alami yang dimiliki orang-orang Negrito. Ia membandingkan ciri orang-orang Kiusiu tersebut dengan orang Aeta, Mikopi, Semang, dan persilangan antara Melayu dan Semang. Alasan Hamy yang kedua adalah berdasarkan penemuan dua tengkorak orang Jepang yang disimpan di Museum Paris, dimana dua tengkorak itu dinyatakan sebagai tengkorak milik orang Negrito. Ciri fisik dan penemuan tengkorak Negrito itu menjadi dasar bahwa kepulauan Jepang pernah dihuni orang Negrito sebagai penduduk asli yang memiliki afiliasi dengan Negrito di Filipina dan di Formosa. Pandangan tersebut dijelaskan oleh Flower, bahwa seperti di Loo-Choo, dan di bagian tenggara Jepang, ditempati ras Negrito sebelum populasi saat ini. Meyer secara ragu-ragu mengatakan bahwa, fakta-fakta yang diajukan saat itu jauh dari pasti, dan ia masih ragu kalua hipotesisnya yang mengatakan Negrito tidak berada di jepang maka ahli lain tidak mendukungnya. Karena itu, ia menyarankan penelitian lebih lanjut oleh antropolog asli Jepang sendiri tentang keberadaan Negrito di daerah itu (Meyer 1899: 57). 

Pandangan yang berbeda dikemukakan oleh Charles Pickering, bahwa orang Jepang yang ditemuinya mempunyai ciri lebih dekat dengan orang Pasifik. Ia mengatakan bahwa “untuk sementara waktu, saya tidak mau mengakui hubungan mereka dengan ras Melayu. Saya menemukan dalam buku catatan, bahwa "mereka semua pendek, laki-laki agak kekar, dengan kulit hampir sama gelapnya dengan orang Hawaii; hidung agak datar, dan rambut hitam tebal." Mr. Drayton langsung mengenali ciri-ciri Polinesia dalam kelompok tua yang berjanggut, dimana kemiripan mereka terlihat jelas. Tetapi, sedikit memiliki perbedaan di tampila wajah depan, lebih bulat daripada orang Polinesia. Anak-anak laki-laki memiliki hidung yang sangat lebar dan datar, sehingga semua gagasan tentang ras Mongolia keluar dari pikiran (Pickering, 1848: 30). Pandangan ini telah diperjelas dengan studi-studi antropologis kemudian bahwa secara antropologis dan linguistik memiliki hubungan afinitas antara negritos Filipinan dan Jepang dengan penduduk di Pasifik dan afinitas bahasa mereka. 
    
Studi-studi modern menunjukkan hubungan afinitas dari Negrito Filipinan dengan Jepang dan populasi di Pasifik. Tsunehiko Hanihara, ia menjelaskan sejarah populasi penduduk Asia, Jepang, Filipina dan Pasifik perlu studi perbandingan luas dan penyelidikan dalam studi tentang asal usul dan kesamaan bahasa Jepang modern. Dalam penelitiannya, ia pengukuran gigi dari beberapa populasi yang terisolasi secara geografis di Jepang yang nenek moyangnya dapat ditelusuri kembali ke populasi Proto-Mongoloid Asia Tenggara dibandingkan dengan populasi Jomon Neolitik, Negritos, Aborigin Australia, Polinesia, Mikronesia, dan Melanesia. Hasil yang diperoleh dalam studi itu menunjukkan bahwa mungkin ada hubungan dikotomis antara populasi Jepang dan Pasifik (Mikronesia dan Polinesia). Karena, karakteristik gigi Negrito ditemukan di Jepang tersebut memiliki kesamaan dengan dua kelompok populasi Pasifik tersebut“ (Hanihara, 1995). Berdasarkan dengan temuan-temuan ini menunjukkan di masa lalu sebelum Ras Mongoloid mencapai Jepang, telah ditempati oleh ras Negrito sebagai penduduk asli.

Keberadaan orang kulit hitam di daratan Cina telah dideskripsikan oleh Neumann tahun 1837, di mana orang-orang yang disebut Miao, Man, Y, Yu, Lai, Haoi, di bagian timur. Orang-orang dengan etnik-etnik yang disebutkan dengan nama-nama yang berbeda itu adalah penduduk asli yang mendiami Cina sebelum orang Cina saat ini, orang-orang itu adalah kulit hitam, dan rambut kerinting yang telah menempati Cina di bagian selatan. Orang-orang itu tampaknya bersekutu dengan penduduk asli di Indo-Cina di seberang sungai Ganga, Pape, penduduk Laos dan Burma, dan penduduk asli lain telah didesak ke pegunungan. Para ahli dalam penelitiannya mengatakan, penduduk asli di pedalaman Cina ditempati orang kulit hitam dan rambit keriting yang disebut Negro-Oriental ada di pedalaman Cina. Istilah Mioi berarti hitam. He seng Miao atau Miao, hitam yang berdiam di sekitar Tsing Tscheou. Orang-orang Miao atau negrito itu memiliki mata kecil dan tubuh besar; wajah mereka hitam, mereka memiliki gigi putih dan hidung besar. Mereka juga disebut “orang barbar“ Selatan yang berkulit hitam. Rambut mereka keriting.

Terrien de Lacouperie publikasi sebuah buku tahun 1887 dengan judul: "The Languages of China before the Chinese", di mana halaman 74 pada seksi "The Pre-Chineso Aboriginal Negritos" dia mengatakan: "Bahasa yang digunakan oleh suku-suku dari ras kerdil ini, yang sebelumnya menetap di Cina, tidak memiliki perwakilan modern yang kita ketahui. Di mana suku-suku seperti itu jatuh di dekat suku Bak Cina, sekitar 2116 SM ketika yang terakhir sudah berimigrasi ke Flowery Land, dan mereka maju ke timur dari tikungan selatan di Sungai, Yellow River. Beberapa suku dari ras yang sama dibicarakan dalam geografi dari Shan hai King, beberapa abad sebelum era Kristen, dan sekitar tahun 235 M. Orang Cina maju di wilayah yang sekarang menjadi bagian tenggara dari provinsi An-hui, dan bertemu lagi di sana beberapa suku kerdil (in Meyer 1899: 59-60). Jejak suku-suku Negrito di Cina tersebut dapat ditelusuri dengan keberadaan Negrito di bagian selatan seperti Himalaya, Semang, Andama, dan Negrito di bagian timur seperti Formosa, Taiwan, Jepang, Aeta di Filipina dan Indonesia.

Post a Comment

0 Comments